Azab dan Sengsara
Dia sangat dimanja oleh ibunya. Apa pun yang dimintanya, selalu dipenuhi dan bila ia meklakukan suatu kesalahan, ibunya selalu membelanya.
Akibatnya, setelah dewawsa, ia tumbuh menjadi seorang pemuda angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan harta orang tuanya.
Kedua orang tuanya menikahkan Sutan Baringin dengan Nuria, seorang wanita yang berbudi luhur, pilihan ibunya. Namun, kebiasaan buruk Sutan Baringin tetap dilakukannya sekalipun ia telah berkeluarga.
Ia tetap berfoyafoya menghabiskan harta orang tuanya, bahkan ia sering berjudi dengan Marah Said, seorang prokol bambu sahabat karibnya. Ketika ayahnya meninggal, tabiat buruknya semakin menjadi-jadi, bahkan ia tidak sungkansungkan lagi menggunakan seluruh harta warisan untuk berjudi.
Akibatnya, hanya dalam waktu sekejap saja, harta warisan yang diperolehnya terkuras habis. Ia pun jatuh bangkrut dan memiliki banyak utang.
Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak. Yang satu adalah anak perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang satunya lagi laki-laki (yang laki-laki tidak diceritakan pengarangnya).
Gambar: Novel Azab dan Sengsara |
Mariamin sangat menderita akibat ulah ayahnya. Ia selalu dihina oleh warga kampung. Karena hidupnya sengsara, cinta kasih wanita yang berbudi luhur ini dengan Aminuddin mendapatkan halangan dari kedua orang tua Aminuddin.
Aminuddin adalah anak Baginda Diatas, yaitu seorang bangsawan kaya raya yang sangat disegani di daerah Si Porok. Sebenarnya, ayah Baginda Diatas dengan ayah Sutan Baringin adalah kakak beradik. Sejak kecil Aminuddin bersahabat dengan Mariamin.
Setelah keduanya beranjak dewasa, mereka saling jatuh hati. Aminuddin sangat mencintai Mariamin. Dia berjanji untuk menikahi Mariamin bila dia telah mendapatkan pekerjaan. Kehidupan Mariamin yang miskin bukan merupakan penghalang bagi Aminuddin untuk menikahi gadis itu.
Aminuddin memberitahukan niatnya untuk menikahi Mariamin kepda kedua orang tuanya. Ibunya tidak merasa keberatan dengan niat tersebut.
Dia telah mengenal Mariamin. Selain itu, keluarga Mariamin sebenanrnya masih kerabat mereka. Dia juga merasa iba dengan keluarga Mariamin yang miskin, sehingga bila gadis itu menikah dengan anaknya, keadaan ekonomi keluarga Mariamin bisa terangkat lagi.
Sebaliknya, ayah Aminuddin, Baginda Sulaiman Diatas, tidak menyetujui rencana pernikahan tersebut. Dia tidak ingin dipermalukan oleh masyarakat sekitar kampungnya karena perbedaan status sosial antara keluarganya dengan keluarga Mariamin.
Dia adalah keluarga terpandang dan kaya raya, sedangkan keluarga Mariamin hanyalah keluarga yang sangat miskin. Namun, ketidaksetujuannya tidak dia perlihatkan kepada istri dan anaknya. Dengan cara halus Baginda Diatas berusaha untuk menggagalkan pernikahan anaknya. Ia mengajak anaknya untuk menemui seorang peramal.
Namun, sebelumnya ia berpesan kepada peramal tersebut agar memberikan jawaban yang merugikan pihak Mariamin. Baginda Diatas dan istrinya pun, menjumpai peramal itu. Dengan disaksikan langsung oleh istri Baginda Diatas, sang peramal meramalkan perkawinan Aminuddin dan Mariamin.
Dia memberikan jawabannya yang sangat memihak Baginda Diatas. Dengan tegas ia menyatakan bahwa Aminuddin akan menemui nasib buruk apabila ia menikah dengan Mariamin. Setelah mendapat jawaban dari peramal tersebut, Ibu Aminuddin tidak bisa berbuat banyak.
Dengan terpaksa ia menuruti kehendak suaminya untuk mencarikan jodoh yang sesuai untuk Aminuddin. Setelah menemukan calon yang sesuai dengan keinginan mereka, orang tua Aminuddin melamar wanita tersebut. Pada saat itu, Aminuddin sedang berada di Medan untuk mencari pekerjaan agar dia bisa segera melamar Mariamin.
Baginda Diatas segera mengirim telegram ke Medan yang isinya meminta Aminuddin untuk menjemput calon istri dan keluarganya di stasiun kereta api Medan. Menerima telegram tersebut, hati Aminuddin merasa gembira. Dalam hatinya telah terbayang wajah Mariamin.
Setelah ia mengetahui bahwa calon istrinya bukan Mariamin, hatinya menjadi hancur. Namun, sebagai anak yang berbakti kepada orang tuanya, dengan terpaksa ia menikahi wanita tersebut. Aminuddin segera memberitahukan kenyataan itu kepada Mariamin.
Mendengar kenyataan itu hati Mariamin sangat sedih. Dia langsung tak sadarkan diri. Tak lama kemudian, dia pun jatuh sakit. Setahun setelah kejadian tersebut, Mariamin dan ibunya terpaksa menerima lamaran Kasibun, seorang kerani di Medan.
Pada waktu itu, Kasibun mengaku belum mempunyai istri. Mariamin pun kemudian diboyong ke Medan. Namun, sesampainya di Medan, terbuktilah siapa sebenarnya Kasibun. Dia hanyalah seorang lelaki hidung belang. Sebelum menikah dengan Mariamin, dia telah mempunyai istri yang telah ia ceraikan karena hendak menikah dengan Mariamin.
Hati Mariamin sangat terpukul mengetahui kenyataan itu. Namun, sebagai istri yang taat beragama, walapun dia membenci dan tidak mencintai suaminya, dia tetap berbakti kepada suaminya. Kasibun sering menyiksa Mariamin. Ia memperlakukan Mariamin seperti seorang pembantu.
Perlakuan kasar kasibun terhadap Mariamin semakin menjadi setelah Aminuddin datang mengunjungi rumah mereka. Dia sangat cemburu terhadap lelaki itu. Menurutnya, sambutan sitrinya terhadap Aminuddin melewati batas. Padahal, Mariamin menyambut Aminuddin dengan cara yang wajar.
Kecemburuan yang membabi buta dalam diri Kasibun membuat ia kehilangan kontrol. Ia bahkan menyiksa Mariamin terus-menerus. Perlakuan Kasibun yang selalu kasar kepadanya, membuat Mariamin menjadi hilang kesabarannya. Dia tidak tahan lagi hidup menderita dan disiksa setiap hari. Akhirnya, ia melaporkan perbuatan suaminya kepada kepolisian di Medan. Sebelumnya, ia menuntut cerai kepada suaminya.
Permintaan cerainya dikabulkan oleh pengadilan agama di Padang. Setelah resmi bercerai dengan Kasibun, dia kembali ke kampung halamannya dengan hati penuh kehancuran. Hancurlah jiwa dan raganya.
Kesengsaraan dan penderitaan batin dan fisiknya yang terus mendera dirinya menyebabkan ia mengalam penderitaan yang berkepanjangan hingga akhirnya kematian datang menghampiri dirinya. Sungguh tragis nasibnya.
Sumber: Ikhtisar Roman Sastra Indonesia, halaman 38-41.
0 Response to "Contoh Sinopsis Novel “Azab dan Sengsara”"
Posting Komentar