Kehidupan Politik Dan Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal

Berikut ini adalah pembahasan tentang masa demokrasi liberal, pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal, sistem pemerintahan demokrasi liberal, kabinet natsir, kabinet sukiman, kabinet wilopo, mengapa pada masa demokrasi liberal sering terjadi pergantian kabinet? pelaksanaan demokrasi liberal, kehidupan politik pada masa demokrasi liberal, pers pada masa periode demokrasi liberal.

Masa Demokrasi Liberal

Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan pada tahun 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer dengan kabinet ministerial.

Pemerintahan parlementer ini mewarnai kehidupan demokrasi liberal dari tahun 1950 - 1959. Selain itu, Undang-Undang Dasar RIS diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara1950 (UUDS).

Kehidupan politik pada Masa Demokrasi Liberal

Pada masa pemerintahan demokrasi liberal, di tanah air muncul banyak partai. Partai-partai tersebut antara lain PNI, Masyumi, NU, PKI, PSI, Murba, PSII, Partindo, Parkindo, dan Partai Katolik.

Dalam perkembangan selanjutnya, demokrasi liberal yang ditandai dengan banyak partai ternyata tidak menguntungkan bangsa Indonesia. Sistem multi partai tersebut menimbulkan persaingan antargolongan.

Persaingan itu menjurus ke arah pertentangan golongan. Akibatnya, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi terganggu.

Masing-masing partai hanya mau mencari kemenangan dan popularitas partai dan pendukungnnya. Oleh karena itu, sistem multi partai pada waktu itu justru mengakibatkan ketidakstabilan politik Indonesia.

Pergantian Kabinet pada Masa Demokrasi Liberal

Ketidakstabilan politik juga diwarnai jatuh bangunnya kabinet karena antara masing-masing partai tidak ada sikap saling percaya. Sebagai bukti dapat dilihat serentetan pergantian kabinet dalam waktu yang relatif singkat berikut ini.

  1. Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951).
  2. Kabinet Sukiman (April 1951 - Februari 1952).
  3. Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953).
  4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953 - Agustus 1955).
  5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret 1956)
  6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 - Maret 1957).
  7. Kabinet Juanda (Maret 1957 - Juli 1959).

Silih bergantinya kabinet dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan ketidakpuasan pemerintahan daerah. Karena pemerintahan pusat sibuk dengan pergantian kabinet, daerah kurang mendapat perhatian.

Tuntutan-tuntutan dari daerah ke pusat sering tidak dikabulkan. Situasi semacam ini menyebabkan kekecewaan dan ketidakpuasan daerah terhadap pusat. Situasi ini menyebabkan munculnya gejala provinsialisme atau sifat kedaerahan.

Gejala tersebut dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Gejala provinsialisme akhirnya berkembang ke separatisme atau usaha memisahkan diri dari pusat. Gejala tersebut terwujud dalam berbagai macam pemberontakan, misalnya PRRI atau Permesta.
Kehidupan Politik Dan Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal
Gambar: Selain di Jakarta, di Bandung juga terjadi demonstrasi menuntut pembubaran parlemen.
Tampak rakyat sedang berdemonstrasi pada bulan November 1952.

Ketidakstabilan politik pada waktu itu juga disebabkan oleh adanya pertentangan di antara para politisi dan TNI Angkatan Darat. Hal ini tampak dalam peristiwa 17 Oktober 1952. Pada tanggal 17 Oktober 1952, pimpinan TNI Angkatan Darat dan Kepala Staf Angkatan Perang menghadap Presiden.

Mereka meminta pemerintah membubarkan parlemen dan membentuk parlemen baru. Menurut pihak TNI AD, parlemen telah mencoba mencampuri urusan intern TNI AD.

Bersamaan dengan itu juga terjadi demonstrasi di luar istana yang menuntut pembubaran parlemen. Demonstrasi semacam itu tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di Bandung.

Ketidakstabilan politik dalam negeri sangat mengganggu kehidupan bidang-bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, masa pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan kondisi politik yang stabil dan mantap mutlak diperlukan.

2 Responses to "Kehidupan Politik Dan Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal"