Berikut ini adalah pembahaan tentang Kembali Indonesia menjadi anggota PBB, politik luar negeri bebas aktif, Mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia, persetujuan bangkok, perjanjian bangkok, isi deklarasi bangkok, indonesia menjadi anggota pbb, konfrontasi indonesia malaysia, indonesia kembali menjadi anggota pbb, prinsip politik luar negeri bebas aktif, landasan politik luar negeri bebas aktif, indonesia menjadi anggota pbb pada tanggal, makna politik luar negeri bebas aktif, kapan indonesia menjadi anggota pbb, pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif, mengapa indonesia keluar dari pbb, konfrontasi indonesia dan malaysia.
Indonesia menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950. Kemudian pada 1 Januari 1965 keluar dari keanggotaan PBB.
Ketika Orde Baru memegang pemerintahan, DPR-GR mendesak pemerintah supaya Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB sebelum persidangan umum tahun 1966.
Keaktifan Indonesia dalam PBB secara nyata tampak dengan terpilihnya Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik, menjadi Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
Hal ini berarti menentang Indonesia dan menentang New Emerging Forces di Asia Tenggara. Di samping itu, Indonesia menentang Malaysia yang akan membentuk Federasi Malaysia.
Pada tanggal 31 Juli–5 Agustus 1966, ketiga negara, yaitu Indonesia, Filipina, dan Malaysia mengadakan pertemuan, yang menghasilkan tiga dokumen, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila, dan Komunike Bersama.
Untuk mempererat hubungan ketiga negara, dibentuklah Forum Maphilindo (Malaysia, Philippine, Indonesia) yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang menyangkut kepentingan ketiga negara.
Pihak Indonesia memanfaatkan forum ini untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, terutama konfrontasi dengan Malaysia.
Persetujuan tersebut merupakan hasil dari perundingan di Bangkok pada tanggal 29 Mei–1 Juni 1966. Perundingan di Bangkok itu dikenal sebagai “Persetujuan Bangkok”.
Persetujuan Bangkok mengandung tiga hal pokok, yakni sebagai berikut.
Dengan ini berakhirlah politik konfrontasi yang tidak sesuai dengan dasar politik luar negeri bebas aktif. Politik yang dilaksanakan selanjutnya adalah politik bertetangga dan bersahabat baik serta hidup berdampingan secara damai.
Baca juga: Kronologi Lahirnya Orde Baru
Penataan Kembali Politik Luar Negeri Bebas-Aktif
Pemerintah Orde Baru kembali menata politik luar negeri bebas aktif. Tindakan yang dilakukan pemerintah adalah kembali menjadi anggota PBB dan mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia.A. Kembali menjadi anggota PBB
Mengingat kepentingan nasional semakin mendesak, Indonesia merasa perlu secara aktif mengambil bagian dalam kegiatan badan-badan internasional.Indonesia menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950. Kemudian pada 1 Januari 1965 keluar dari keanggotaan PBB.
Ketika Orde Baru memegang pemerintahan, DPR-GR mendesak pemerintah supaya Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB sebelum persidangan umum tahun 1966.
Indonesia kembali aktif di PBB pada tanggal 28 September 1966.Sejak tahun 1967, politik luar negeri bebas aktif telah diterapkan secara konkret dalam menanggapi masalah-masalah internasional. Politik luar negeri dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Pancasila dan UUD 1945.
Keaktifan Indonesia dalam PBB secara nyata tampak dengan terpilihnya Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik, menjadi Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
B. Mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia
Konfrontasi dengan Malaysia terjadi karena Indonesia menganggap bahwa Malaysia adalah suatu proyek neokolonialis Inggris yang membahayakan Revolusi Indonesia dan merupakan pangkalan asing yang ditujukan antara lain kepada Indonesia.Hal ini berarti menentang Indonesia dan menentang New Emerging Forces di Asia Tenggara. Di samping itu, Indonesia menentang Malaysia yang akan membentuk Federasi Malaysia.
Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia diselesaikan melalui jalan damai, yakni jalan diplomasi.Perundingan-perundingan antara Indonesia dan Malaysia terus dilaksanakan untuk menyelesaikan konfrontasi tersebut. Penyelesaian konfrontasi Indonesia dengan Malaysia diprakarsai oleh Filipina.
Pada tanggal 31 Juli–5 Agustus 1966, ketiga negara, yaitu Indonesia, Filipina, dan Malaysia mengadakan pertemuan, yang menghasilkan tiga dokumen, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila, dan Komunike Bersama.
Gambar: Kunjungan Presiden Soeharto ke Malaysia pada tahun 1970. Pemerintah Orde Baru memulihkan hubungan diplomatik dengan Malaysia. |
Untuk mempererat hubungan ketiga negara, dibentuklah Forum Maphilindo (Malaysia, Philippine, Indonesia) yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang menyangkut kepentingan ketiga negara.
Pihak Indonesia memanfaatkan forum ini untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, terutama konfrontasi dengan Malaysia.
Isi Persetujuan (Deklarasi) Bangkok
Pada tanggal 11 Agustus 1966, ditandatangani persetujuan normalisasi hubungan Malaysia–Indonesia. Malaysia diwakili Tun Abdul Razak, Indonesia diwakili Adam Malik.Persetujuan tersebut merupakan hasil dari perundingan di Bangkok pada tanggal 29 Mei–1 Juni 1966. Perundingan di Bangkok itu dikenal sebagai “Persetujuan Bangkok”.
Persetujuan Bangkok mengandung tiga hal pokok, yakni sebagai berikut.
- Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan lagi keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka di Malaysia.
- Kedua pemerintah (Malaysia dan Indonesia) menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Menghentikan tindakan-tindakan permusuhan.
Dengan ini berakhirlah politik konfrontasi yang tidak sesuai dengan dasar politik luar negeri bebas aktif. Politik yang dilaksanakan selanjutnya adalah politik bertetangga dan bersahabat baik serta hidup berdampingan secara damai.
Baca juga: Kronologi Lahirnya Orde Baru
0 Response to "Politik Luar Negeri Bebas Aktif, Konfrontasi Indonesia - Malaysia dan Indonesia Menjadi Anggota PBB serta Isi Deklarasi Bangkok"
Posting Komentar