Berikut ini merupakan pembahasan tentang sikap dan perilaku masyarakat terhadap perubahan sosial-budaya, perilaku masyarakat dalam perubahan sosial budaya di era global, perilaku masyarakat dalam perubahan sosial budaya di era globalisasi, perilaku masyarakat terhadap perubahan sosial budaya, perilaku masyarakat dalam menyikapi perubahan sosial budaya.
Pada umumnya masyarakat lebih menyukai kehidupan mereka berjalan seperti biasa. Sudah menjadi sifat khas manusia untuk mempertahankan hal-hal yang enak dan nyaman.
Karena itu, hal-hal baru yang dapat menimbulkan perubahan pada awalnya cenderung ditolak. Di sini kamu sendiri bisa memberi contoh.
Orang tuamu mungkin menolak jika kamu meminta sebuah handphonebaru. Bagi mereka, kamu belum cukup dewasa untuk menggunakan alat komunikasi tersebut.
Di sini kebanyakan orang lupa bahwa alat komunikasi seperti handphone dibutuhkan semata-mata sebagai alat penghubung antarmanusia dalam berkomunikasi, dan tidak ada hubungan dengan kedewasaan seseorang.
Tentu seorang anak balita tidak mungkin menggunakan handphone, karena belum mempu menguasai dan mengoperasikan alat tersebut.
Masyarakat umumnya enggan mengikuti perubahan, terutama perubahan-perubahan sosial dan budaya yang melibatkan perubahan kebiasaan, lembaga sosial, nilai, dan kepercayaan.
Meskipun demikian, harus dikatakan bahwa tidak semua hal baru atau perubahan mendapat tentangan secara luas dari masyarakat. Ada sebagaian masyarakat dengan karakteristik tertentu memang sangat terbuka pada perubahan.
Misalnya, masyarakat yang heterogen, masyarakat dengan tingkat pendidikan dan kontak sosial dengan kebudayaan lain sangat terbuka, masyarakat di daerah perkotaan, dan sebagainya.
Sementara itu, masyarakat dengan karakteristik yang cenderung menolak perubahan akan menyebabkan lambat atau tidak mulusnya sebuah perubahan sosial.
Karena perubahan sosial dan budaya tidak bisa dihindari, baik masyarakat yang terbuka pada perubahan maupun yang cenderung menolak perubahan harus dapat diakomodasi kepentingannya.
Mereka melakukan demikian karena unsur yang mereka pertahankan sangat berguna bagi masyarakatnya atau berguna sebagai pedoman hidup bersama. Maka, jika terjadi perubahan justru akan menggoyahkan keseimbangan sistem sosial.
Misalnya, beberapa siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) membentuk sebuah kelompok teman sebaya (peer group). Kelompok ini biasanya melakukan banyak hal secara bersama-sama, misalnya mengerjakan tugas yang diberikan guru, melakukan penelitian sederhana, dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, kebiasaan beberapa siswa yang merokok menyebabkan siswa-siswa lain pun ikut merokok. Mereka bahkan mulai lupa akan misi awal pembentukan kelompok mereka dan mulai malas-malasan ke sekolah. Mereka juga sering terlibat tawuran dengan siswa dari sekolah lain.
Tentu masyarakat setempat kecewa dengan cara hidup mahasiswa semacam ini. Mereka tidak mungkin akan bisa mengubah cara dan pandangan hidup masyarakat desa. Masyarakat desa bahkan mengecam cara hidup mahasiswa ini yang bertentangan dengan nilai moral dan agama.
Ini adalah contoh sederhana bagaimana masyarakat memilih mempertahankan nilai-nilai sosial dan kebudayaannya daripada mengikuti perubahan cara hidup sebagaimana ditunjukkan para mahasiswa.
Di sini tampak sekali kecenderungan kuat dalam masyarakat untuk mempertahankan beberapa unsur kebudayaannya dan menolak unsur-unsur kebudayaan yang berasal dari kebudayaan lain.
Unsur-unsur yang dipertahankan tersebut ialah sebagai berikut.
Oleh sebab itu, kedua suku bangsa ini cenderung mempertahankan sistem kekerabatan mereka. Suku bangsa lain di Indonesia pun mengalami hal yang sama.
Kekerabatan memiliki fungsi sosial sebagai perekat anggota marga. Karena itu, masyarakat akan menolak jika sistem kekerabatan mereka diganti. Mereka juga akan berusaha mempertahankan sistem kekerabatan dari ancaman pengrusakan pihak lain.
Maka, meskipun beberapa golongan masyarakat mengenal makanan lezat dari Cina, negara-negara Barat, dan negara-negara luar lainnya, masyarakat Indonesia tetap mempertahankan nasi sebagai makanan pokok.
Mereka tidak menggantikan nasi dengan roti atau jenis makanan lainnya sebagai makanan pokok
sehari-hari.
Hal yang sama juga terjadi dengan beberapa suku dan masyarakat di luar Jawa. Karena sejak kecil orang Papua diperkenalkan dan terbiasa makan Sagu, mereka akan terus mempertahankan jenis makanan ini.
Kita akan melakukan kesalahan jika memaksa masyarakat Papua mengganti makanan pokoknya dari sagu menjadi nasi.
Oleh karena itu, meskipun sebagian besar penduduk Indonesia sudah memeluk agama Islam, namun upacara-upacara yang kental dengan tradisi Hindu dan agama asli tetap dijalankan.
Misalnya, kalau salah seorang anggota keluarga muslim meninggal dunia, pihak keluarga masih mengadakan selamatan untuk almarhum pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, dan hari ke-1000 setelah ia meninggal.
Kebiasaan membakar kemenyan ketika ada yang meninggal dunia juga masih dijumpai. Kebiasaan-kebiasaan ini tidak ada dalam ajaran agama Islam, tetapi sebagian umat Islam di Indonesia tetap melaksanakannya.
Beberapa kali ada kelompok, baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri, berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Namun usaha-usaha tersebut tidak berhasil. Ini membuktikan bahwa Pancasila diterima dan dipegang teguh sebagai ideologi bangsa.
Mengapa demikian? Kenyataan sosial sehari-hari yang dihadapi masyarakat bukanlah suatu keteraturan yang kaku dan mutlak.
Suatu perubahan dapat terjadi karena faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri (faktor intern) maupun faktor-faktor yang berasal dari luar (faktor ekstern) seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya.
Kadang, suatu perubahan sosial dan kebudayaan memang dikehendaki oleh suatu masyarakat sebab kehidupan memang terbuka bagi suatu perubahan dan perbaikan.
Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya kecenderungan perubahan dalam masyarakat atau kebudayaan, di antaranya sebagai berikut.
1. Rasa tidak puas masyarakat atas keadaan dan situasi yang ada, sehingga muncul keinginan untuk memperbaikinya.
2. Kesadaran akan adanya kekurangan dalam kebudayaan sendiri. Kesadaran ini mendorong masyarakat melakukan berbagai usaha memperbaiki kekurangan dalam kebudayaannya.
3. Pertumbuhan masyarakat menyebabkan timbulnya keperluan, keadaan, dan kondisi baru. Karena itu, masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
4. Ada kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diatasi dengan sistem kebudayaan yang ada. Oleh sebab itu, masyarakat mencari cara baru untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
5. Bertambahnya kebutuhan hidup yang didukung oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup lebih sejahtera.
6. Sikap terbuka dari masyarakat yang bersangkutan terhadap hal-hal baru, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, dan sikap toleransi terhadap hal-hal yang menyimpang dari kebiasaan.
Bagaimana pun, setiap perubahan selalu membawa serta akibat atau ekses. Ada dua ekses perubahan yang utama, yakni terciptanya integrasi sosial dan terjadinya disintegrasi sosial.
Pada umumnya masyarakat lebih menyukai kehidupan mereka berjalan seperti biasa. Sudah menjadi sifat khas manusia untuk mempertahankan hal-hal yang enak dan nyaman.
Karena itu, hal-hal baru yang dapat menimbulkan perubahan pada awalnya cenderung ditolak. Di sini kamu sendiri bisa memberi contoh.
Orang tuamu mungkin menolak jika kamu meminta sebuah handphonebaru. Bagi mereka, kamu belum cukup dewasa untuk menggunakan alat komunikasi tersebut.
Di sini kebanyakan orang lupa bahwa alat komunikasi seperti handphone dibutuhkan semata-mata sebagai alat penghubung antarmanusia dalam berkomunikasi, dan tidak ada hubungan dengan kedewasaan seseorang.
Tentu seorang anak balita tidak mungkin menggunakan handphone, karena belum mempu menguasai dan mengoperasikan alat tersebut.
Masyarakat umumnya enggan mengikuti perubahan, terutama perubahan-perubahan sosial dan budaya yang melibatkan perubahan kebiasaan, lembaga sosial, nilai, dan kepercayaan.
Meskipun demikian, harus dikatakan bahwa tidak semua hal baru atau perubahan mendapat tentangan secara luas dari masyarakat. Ada sebagaian masyarakat dengan karakteristik tertentu memang sangat terbuka pada perubahan.
Misalnya, masyarakat yang heterogen, masyarakat dengan tingkat pendidikan dan kontak sosial dengan kebudayaan lain sangat terbuka, masyarakat di daerah perkotaan, dan sebagainya.
Sementara itu, masyarakat dengan karakteristik yang cenderung menolak perubahan akan menyebabkan lambat atau tidak mulusnya sebuah perubahan sosial.
Karena perubahan sosial dan budaya tidak bisa dihindari, baik masyarakat yang terbuka pada perubahan maupun yang cenderung menolak perubahan harus dapat diakomodasi kepentingannya.
Gambar: Masyarakat Terbuka terhadap Perubahan Sosial |
Sikap dan Perilaku Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Sosial Budaya
Dalam pembahasan kali ini kamu akan secara khusus mengenal sikap dan perilaku masyarakat terhadap setiap perubahan sosial dan budaya. Pemahaman ini akan sangat berguna untuk mengamati dan memahami sikap-sikap masyarakat dalam menanggapi setiap perubahan sosial dan budaya.A. Kecenderungan Masyarakat Mempertahankan Kebudayaan
Perubahan sosial dan budaya selain disebabkan oleh berbagai kebutuhan hidup yang dihadapi, juga disebabkan oleh pengaruh atau masuknya unsur kebudayaan baru atau asing. Ada masyarakat yang cenderung mempertahankan keadaan sosial budaya yang sudah ada.Mereka melakukan demikian karena unsur yang mereka pertahankan sangat berguna bagi masyarakatnya atau berguna sebagai pedoman hidup bersama. Maka, jika terjadi perubahan justru akan menggoyahkan keseimbangan sistem sosial.
Misalnya, beberapa siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) membentuk sebuah kelompok teman sebaya (peer group). Kelompok ini biasanya melakukan banyak hal secara bersama-sama, misalnya mengerjakan tugas yang diberikan guru, melakukan penelitian sederhana, dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, kebiasaan beberapa siswa yang merokok menyebabkan siswa-siswa lain pun ikut merokok. Mereka bahkan mulai lupa akan misi awal pembentukan kelompok mereka dan mulai malas-malasan ke sekolah. Mereka juga sering terlibat tawuran dengan siswa dari sekolah lain.
Tentu masyarakat setempat kecewa dengan cara hidup mahasiswa semacam ini. Mereka tidak mungkin akan bisa mengubah cara dan pandangan hidup masyarakat desa. Masyarakat desa bahkan mengecam cara hidup mahasiswa ini yang bertentangan dengan nilai moral dan agama.
Ini adalah contoh sederhana bagaimana masyarakat memilih mempertahankan nilai-nilai sosial dan kebudayaannya daripada mengikuti perubahan cara hidup sebagaimana ditunjukkan para mahasiswa.
Di sini tampak sekali kecenderungan kuat dalam masyarakat untuk mempertahankan beberapa unsur kebudayaannya dan menolak unsur-unsur kebudayaan yang berasal dari kebudayaan lain.
Unsur-unsur yang dipertahankan tersebut ialah sebagai berikut.
1. Unsur yang mempunyai fungsi vital dan sudah diterima luas oleh masyarakat.
Misalnya, sistem kekerabatan pada masyarakat suku bangsa Batak Karo dan Batak Toba. Sistem kekerabatan dan solidaritas kekerabatannya mempunyai fungsi yang amat penting bagi kedua suku bangsa tersebut.Oleh sebab itu, kedua suku bangsa ini cenderung mempertahankan sistem kekerabatan mereka. Suku bangsa lain di Indonesia pun mengalami hal yang sama.
Kekerabatan memiliki fungsi sosial sebagai perekat anggota marga. Karena itu, masyarakat akan menolak jika sistem kekerabatan mereka diganti. Mereka juga akan berusaha mempertahankan sistem kekerabatan dari ancaman pengrusakan pihak lain.
2. Unsur yang diperoleh melalui proses sosialisasi sejak kecil dan sudah terinternalisasi dalam diri anggota masyarakat.
Misalnya, makanan pokok masyarakat. Sebagian besar anggota masyarakat Indonesia sejak kecil terbiasa makan nasi sebagai makanan pokok mereka.Maka, meskipun beberapa golongan masyarakat mengenal makanan lezat dari Cina, negara-negara Barat, dan negara-negara luar lainnya, masyarakat Indonesia tetap mempertahankan nasi sebagai makanan pokok.
Mereka tidak menggantikan nasi dengan roti atau jenis makanan lainnya sebagai makanan pokok
sehari-hari.
Hal yang sama juga terjadi dengan beberapa suku dan masyarakat di luar Jawa. Karena sejak kecil orang Papua diperkenalkan dan terbiasa makan Sagu, mereka akan terus mempertahankan jenis makanan ini.
Kita akan melakukan kesalahan jika memaksa masyarakat Papua mengganti makanan pokoknya dari sagu menjadi nasi.
3. Unsur kebudayaan yang menyangkut sistem keagamaan atau religi.
Seperti kita ketahui, sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam. Tetapi jauh sebelum datangnya agama Islam ke Indonesia, agama Hindu dan agama asli Indonesia telah berkembang.Oleh karena itu, meskipun sebagian besar penduduk Indonesia sudah memeluk agama Islam, namun upacara-upacara yang kental dengan tradisi Hindu dan agama asli tetap dijalankan.
Misalnya, kalau salah seorang anggota keluarga muslim meninggal dunia, pihak keluarga masih mengadakan selamatan untuk almarhum pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, dan hari ke-1000 setelah ia meninggal.
Kebiasaan membakar kemenyan ketika ada yang meninggal dunia juga masih dijumpai. Kebiasaan-kebiasaan ini tidak ada dalam ajaran agama Islam, tetapi sebagian umat Islam di Indonesia tetap melaksanakannya.
4. Unsur-unsur yang menyangkut ideologi dan falsafah hidup.
Tiap masyarakat memiliki ideologi dan falsafah hidup yang dipegang teguh. Misalnya, bangsa Indonesia, tetap dengan teguh mempertahankan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup bangsa.Beberapa kali ada kelompok, baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri, berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Namun usaha-usaha tersebut tidak berhasil. Ini membuktikan bahwa Pancasila diterima dan dipegang teguh sebagai ideologi bangsa.
B. Kecenderungan Masyarakat untuk Berubah
Ada masyarakat yang cenderung mempertahankan unsur-unsur kebudayaannya dengan berbagai faktor yang menyebabkan mereka berbuat demikian. Namun, ada juga yang sebaliknya. Ada masyarakat yang cenderung berubah dengan alasan-alasan pendukungnya.Mengapa demikian? Kenyataan sosial sehari-hari yang dihadapi masyarakat bukanlah suatu keteraturan yang kaku dan mutlak.
Suatu perubahan dapat terjadi karena faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri (faktor intern) maupun faktor-faktor yang berasal dari luar (faktor ekstern) seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya.
Kadang, suatu perubahan sosial dan kebudayaan memang dikehendaki oleh suatu masyarakat sebab kehidupan memang terbuka bagi suatu perubahan dan perbaikan.
Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya kecenderungan perubahan dalam masyarakat atau kebudayaan, di antaranya sebagai berikut.
1. Rasa tidak puas masyarakat atas keadaan dan situasi yang ada, sehingga muncul keinginan untuk memperbaikinya.
2. Kesadaran akan adanya kekurangan dalam kebudayaan sendiri. Kesadaran ini mendorong masyarakat melakukan berbagai usaha memperbaiki kekurangan dalam kebudayaannya.
3. Pertumbuhan masyarakat menyebabkan timbulnya keperluan, keadaan, dan kondisi baru. Karena itu, masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
4. Ada kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diatasi dengan sistem kebudayaan yang ada. Oleh sebab itu, masyarakat mencari cara baru untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
5. Bertambahnya kebutuhan hidup yang didukung oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup lebih sejahtera.
6. Sikap terbuka dari masyarakat yang bersangkutan terhadap hal-hal baru, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, dan sikap toleransi terhadap hal-hal yang menyimpang dari kebiasaan.
Bagaimana pun, setiap perubahan selalu membawa serta akibat atau ekses. Ada dua ekses perubahan yang utama, yakni terciptanya integrasi sosial dan terjadinya disintegrasi sosial.
0 Response to "Sikap dan Perilaku Masyarakat Dalam Menghadapi Perubahan Sosial Budaya Di Era Globalisasi"
Posting Komentar