Ada beberapa peristiwa penting selama masa reformasi yang menandai kehidupan masyarakat di bidang sosial, antara lain otonomi daerah, konflik komunal atas dasar agama, dan ancaman terorisme.
Pemerintah RI sudah mencanangkan otonomi daerah ini sejak tahun 1999 dengan dikeluarkannya UUD No. 22 Tahun 2001 tentang otonomi daerah.
Dalam pelaksanaannya, UU ini dirasakan belum mencerminkan cita-cita otonomi daerah yang diinginkan, salah satunya adalah masalah perimbangan keuangan pusat-daerah yang menimbulkan kesan bahwa pemerintah setengah hati dalam melaksanakan otonomi daerah.
Pemerintah kemudian merevisi UU tersebut dan menggantinya dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah.
Dengan UU yang baru ini kemudian ditegaskan bahwa otonomi daerah dimaksud sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32 Tahun 2004, pasal 1 ayat 5). Di sini, kecuali dalam urusan mata uang dan hubungan luar negeri, seluruh urusan pengaturan dan pengelolaan daerah bisa diatur dan diurus sendiri oleh masing-masing kepala daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
masa reformasi.
Ledakan bom telah menimbulkan kerusakan parah dan memakan korban jiwa orang yang tak berdosa. Dari semua bom yang pernah diledakkan di Indonesia, yang paling besar kekuatannya dan memakan banyak korban adalah bom yang terjadi di sebuah kafe Jalan Legian, Kuta (Bali) pada tanggal 12 Oktober 2002, menewaskan lebih dari 180 orang yang umumnya adalah para turis dari Australia.
Dari semua teror dan ledakan bom yang pernah terjadi di Indonesia, diketahui bahwa peledakan dipakai oleh kelompok ekstrem tertentu. Terlepas dari alasan apa pun juga, aksi teror dan peledakan bom sama sekali tidak dibenarkan karena merusak, membunuh, dan merugikan orang-orang yang tidak berdosa.
Selain itu, tindakan heroik apa pun yang mengatasnamakan agama tetapi bertujuan untuk menghancurkan dan membunuh orang lain hanya akan mencoreng dan mendiskreditkan agama itu sendiri.
Agama apa pun juga pasti mengajarkan cinta kasih dan penghormatan yang tulus kepada diri sendiri, orang lain, dan semesta alam, karena agama tersebut bersumber dari Tuhan Sang Maha Cinta.
Peristiwa Penting pada Masa Reformasi Di Bidang Sosial
Ketiga masalah ini bisa dideskripsikan secara singkat berikut.a. Otonomi daerah
Otonomi daerah adalah salah satu tuntutan dan agenda reformasi. Pemerintahan yang sentralistik dan Jakarta Sentris sebagaimana terjadi selama Orde Baru sudah saatnya diakhiri dengan memberikan hak dan kewenangan kepada setiap daerah untuk mengatur daerahnya sendiri di dalam NKRI.Pemerintah RI sudah mencanangkan otonomi daerah ini sejak tahun 1999 dengan dikeluarkannya UUD No. 22 Tahun 2001 tentang otonomi daerah.
Dalam pelaksanaannya, UU ini dirasakan belum mencerminkan cita-cita otonomi daerah yang diinginkan, salah satunya adalah masalah perimbangan keuangan pusat-daerah yang menimbulkan kesan bahwa pemerintah setengah hati dalam melaksanakan otonomi daerah.
Pemerintah kemudian merevisi UU tersebut dan menggantinya dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah.
Dengan UU yang baru ini kemudian ditegaskan bahwa otonomi daerah dimaksud sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32 Tahun 2004, pasal 1 ayat 5). Di sini, kecuali dalam urusan mata uang dan hubungan luar negeri, seluruh urusan pengaturan dan pengelolaan daerah bisa diatur dan diurus sendiri oleh masing-masing kepala daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
b. Konflik etnik
Beberapa konflik etnik terjadi di Kalimantan Barat, Maluku, dan Poso (Sulawesi Tengah) selamamasa reformasi.
- Di Kalimantan Barat terjadi konflik etnis antara suku Dayak, Melayu, dan warga pendatang dari suku tertentu. Konflik mulai pecah pada tanggal 19 Januari 1999. Konflik ini dapat diselesaikan ketika pada tanggal 26 April 1999. Suku-suku yang bertikai duduk bersama dan membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Kalimantan Barat. Dalam forum itu disepakati bahwa setiap perselisihan dan konflik yang muncul harus dipandang sebagai masalah perorangan dan bukan masalah kelompok etnik.
- Di Ambon terjadi konflik etnis berlatar belakang agama. Pemicu konflik di Maluku adalah bentrokan antara seorang warga Batumerah (Ambon) dengan seorang sopir angkutan kota. Kejadian pada 19 Januari 1999 itu memicu konflik massal. Pada tanggal 19 Maret 1999, terjadi bentrokan hebat yang menghancurkan banyak masjid, gereja, dan rumah penduduk, serta menewaskan ratusan orang. Berbagai upaya yang dilakukan untuk mewujudkan perdamaian di Maluku seperti menemukan jalan buntu. Akhirnya, tanggal 11-12 Februari 2002, diadakan Perjanjian Malino di Sulawesi Selatan, di mana kedua belah pihak yang berkonflik bersepakat untuk mengakhiri konflik. Konflik yang terjadi di Maluku masih diperkeruh dengan pengibaran bendera RMS oleh pendukung RMS yang tergabung dalam Front Kedaulatan Maluku, pada tanggal 25 April 2002.
- Konflik antaragama Islam dan Kristen juga terjadi di Poso sampai hari ini. Sebenarnya pemicu konflik adalah sebuah peristiwa sederhana yang terjadi pada tanggal 26 Desember 1998 di mana terjadi perkelahian antara Roy Runtuh Bisalembah (Kristen) yang sedang mabuk dengan Ahmad Ridwan (Islam) di dekat Masjid Darussalam, di kecamatan Soya, Kabupaten Poso. Perkelahian ini berkembang menjadi konflik antarwarga yang berbeda agama. Tanggal 28 Desember 1998, konflik ini meluas ke seluruh kabupaten. Sejak bulan Mei 1999 muncul kelompok baru yang tidak dikenal di Poso dan terus memicu konflik. Pemerintah berupaya mengatasi masalah ini dengan menyelenggarakan Pertemuan Malino, di Sulawesi Selatan, pada tanggal 19-20 Desember 2001. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa pihak yang bertikai harus menghentikan perselisihan dan sepakat melaksanakan butirbutir kesepakatan yang sudah disetujui bersama.
Gambar: Warga di Poso, Sulawesi Selatan memegang poster anti kekerasan yang mendukung Perjanjian Malino, Januari 2002. Masyarakat menginginkan perdamaian. |
c. Ancaman terorisme
Ancaman dan teror bom juga sering terjadi selama masa reformasi, bahkan sejak tahun 1997. Ledakan bom umumnya terjadi di tempat-tempat umum dan pusat keramaian seperti mal, gedung pemerintah, hotel, rumah ibadah, dan tempat hiburan.Ledakan bom telah menimbulkan kerusakan parah dan memakan korban jiwa orang yang tak berdosa. Dari semua bom yang pernah diledakkan di Indonesia, yang paling besar kekuatannya dan memakan banyak korban adalah bom yang terjadi di sebuah kafe Jalan Legian, Kuta (Bali) pada tanggal 12 Oktober 2002, menewaskan lebih dari 180 orang yang umumnya adalah para turis dari Australia.
Gambar: Para petugas kepolisian sedang melakukan penyelidikan di lokasi peledakan bom di Jl. Legian, Kuta, Bali. Peristiwanya terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002. |
Dari semua teror dan ledakan bom yang pernah terjadi di Indonesia, diketahui bahwa peledakan dipakai oleh kelompok ekstrem tertentu. Terlepas dari alasan apa pun juga, aksi teror dan peledakan bom sama sekali tidak dibenarkan karena merusak, membunuh, dan merugikan orang-orang yang tidak berdosa.
Selain itu, tindakan heroik apa pun yang mengatasnamakan agama tetapi bertujuan untuk menghancurkan dan membunuh orang lain hanya akan mencoreng dan mendiskreditkan agama itu sendiri.
Agama apa pun juga pasti mengajarkan cinta kasih dan penghormatan yang tulus kepada diri sendiri, orang lain, dan semesta alam, karena agama tersebut bersumber dari Tuhan Sang Maha Cinta.
Baca juga: Peristiwa Politik Masa Reformasi
0 Response to "Peristiwa-peristiwa Penting pada Masa Reformasi Di Bidang Sosial"
Posting Komentar