Peristiwa-peristiwa Politik Penting pada Masa Reformasi

Berikut ini adalah pembahasan tentang peristiwa penting masa reformasi, peristiwa penting pada masa orde baru, peristiwa penting pada masa reformasi, peristiwa peristiwa politik penting pada masa orde baru.

Peristiwa Politik Penting pada Masa Reformasi 

Ada beberapa peristiwa penting selama masa reformasi yang menandai kehidupan masyarakat di bidang politik, antara lain kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, belum terwujudnya reformasi yang dicita-citakan, pelaksanaan Pemilu 1999, Timor Timur lepas dari Indonesia, pelaksanaan Pemilu 2004.

a. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

Aspek yang kemudian sangat jelas berubah adalah kebebasan warga negara untuk mengungkapkan kehendak dan pemikirannya. Presiden Habibie membuka keran kebebasan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya di muka umum sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UUD 1945 sebelum diamandemen.

Masyarakat menanggapinya dengan menerbitkan berbagai macam media cetak baru. Semangat kebebasan mengemukakan pikiran dan pendapat ini di dukung dengan penghapusan Surat Izin Usaha Percetakan dan Penerbitan (SIUPP) yang selama masa kepemimpinan rezim Orde Baru menjadi “hantu” yang sangat menakutkan insan pers.

Pada saat yang sama lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Dengan kebebasan tersebut, semangat masyarakat untuk menyampaikan opini dan pendapatnya dalam berbagai demonstrasi semakin banyak dan leluasa.

Sejak itu berkembanglah gerakan transparansi, demokratisasi, dan partisipasi aktif rakyat dalam kehidupan politik. Pemerintah mulai banyak mendengarkan aspirasi rakyat sebelum mengambil keputusan karena rakyat tidak segan-segan mengungkapkan tuntutannya dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi. Habibie juga menyetujui dibebaskannya beberapa tahanan politik dan narapidana politik, terutama tahanan politik Orde Baru.

b. Reformasi setengah hati

Sejak berlakunya UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, hampir tidak ada perubahan yang yang berarti dalam praktik pemerintahan Indonesia.

Desakan untuk menghilangkan praktik korupsi sering lebih menjadi jargon politik daripada upaya nyata. Meskipun demikian, pemerintah terus berusaha memberantas KKN sebagaimana diamanatkan UU.

c. Pemilu 1999

Kehidupan politik nasional mengalami perubahan yang demokratis sejak pemerintahan Habibie dengan munculnya partai-partai politik baru. Pelaksanaan Pemilu dilakukan pada Bulan Juni 1999.

Dari 100 partai politik yang terdaftar, hanya 48 partai politik yang dinyatakan memenuhi persyaratan untuk mengikuti pemilu. Pemilu dilaksanakan untuk membentuk sebuah pemerintahan baru yang kuat, dapat dipercaya, dan mampu menyelesaikan berbagai krisis yang melanda bangsa Indonesia.

Pemilihan umum kali ini dilakukan dengan sistem distrik/perwakilan dan asas Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia (LUBER). Pemilu berlangsung tertib, aman dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan.

Lima Partai Utama

Lima partai utama yang mengumpulkan suara terbanyak dalam Pemilu 1999 adalah sebagai berikut.
  1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang diketuai Megawati Soekarnoputri.
  2. Partai Golkar (Golongan Karya) yang diketuai Akbar Tanjung.
  3. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diketuai Hamzah Haz.
  4. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang diketuai Matori Abdul Djalil.
  5. Partai Amanat Nasional (PAN) yang diketuai Amien Rais.

Karena tidak ada partai politik yang memperoleh suara mayoritas dalam Pemilu tahun 1999, maka Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden RI dalam sidang umum MPR 1999. Sedangkan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Wakil Presiden RI.
Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI dalam Pemilihan Umum pada tahun 1999.
Gambar: Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri
terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI dalam Pemilihan Umum pada tahun 1999.

d. Timor Timur lepas dari Indonesia

Perubahan politik di Indonesia yang terjadi sejak Mei 1998 membuka babak baru bagi penyelesaian masalah Timor Timur. Presiden Habibie menawarkan opsi otonomi luas bagi rakyat Timor Timur.

Dengan cepat Portugal dan PBB menyambut usul Habibie dan hanya dalam tempo 4 bulan kemudian, pada 5 Mei 1999, Indonesia dan Portugal menandatangani kesepakatan mengenai paket otonomi Timor Timur yang membuka jalan bagi kirakira 800.000 jiwa rakyat Timor Timur untuk menentukan masa depan mereka.

Jika paket otonomi itu diterima, maka Timor Timur tetap menjadi bagian dari wilayah Indonesi dengan otonomi yang luas. Tetapi, jika paket itu ditolak, Indonesia akan melepas Timor Timur menjadi negara merdeka.

Jajak pendapat Timor Timur dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 1999. Sekjen PBB Kofi Annan mengumumkan hasil pemungutan suara Timor Timur empat hari lebih cepat dari jadwal yang telah dibicarakan banyak pihak.

Tanggal 4 September 1999, dalam sidang khusus Dewan Keamanan, Kofi Annan mengumumkan bahwa 78% penduduk Timor Timur (344.580 orang) menolak memilih otonomi luas yang ditawarkan pemerintah Indonesia dan hanya 21,5% (94.388) yang memilih otonomi.

MPR kemudian mengesahkan hasil jajak pendapat tersebut pada tanggal 19 Oktober 1999. Sejak saat itu, Timor Timur secara resmi lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur secara resmi merdeka dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.

e. Pemilu 2004

Selain pemilihan umum 1999, keberhasilan lain dari pemerintahan reformasi adalah melaksanakan pemilihan umum tahun 2004 secara langsung.

Setelah amandemen ketiga UUD 1945, pemilihan umum diatur tersendiri dalam Bab VII B, pasal 22E. UUD 1945 hasil amandemen ini menegaskan bahwa pemilihan umum diselenggarakan secara langsung untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Daerah (DPD), presiden dan wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Juga ditegaskan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

Realisasi dari pasal 22E ayat 5 UUD 1945 adalah dibuatnya UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum. Mengingat kedudukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pemilu bersifat mandiri, maka sebagai penanggung jawab pemilu adalah KPU itu sendiri.
Para petugas Pemilu di Ngampilan, Yogyakarta 2004 lalu mengenakan baju tradisional. Pemilu adalah pesta rakyat yang diikuti dengan antusias oleh warga.
Gambar: Para petugas Pemilu di Ngampilan, Yogyakarta 2004 lalu mengenakan baju tradisional.
Pemilu adalah pesta rakyat yang diikuti dengan antusias oleh warga.

Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2004 telah diselenggarakan secara aman dan lancar. Demikian pula dengan pemilihan anggota DPD dan DPR. Meskipun baru pertama kali diselenggarakan, pemilihan umum langsung ini disambut masyarakat dengan antusias.

Dengan keterbukaan kepada penyempurnaan, pemilihan umum secara langsung ke depan diharapkan semakin menciptakan stabilitas politik dan pemerintahan sehingga upaya pembangunan bangsa dapat dilaksanakan dengan baik. Pemilihan umum, dengan demikian, benar-benar menjadi pesta rakyat.

Pemilihan umum pada tahun 2004 berhasil memilih Susilo Bambang Yudoyono sebagai Presiden RI menggantikan Megawati Soekarnoputri. Sementara itu, Yusuf Kalla menggantikan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden.

f. Pilkada Langsung

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sejak tahun 2004 dilakukan secara langsung. Sebelumnya, sistem yang digunakan adalah sistem demokrasi perwakilan, di mana masyarakat memilih anggota DPRD yang kemudian memilih kepala daerah tersebut.

Pilkada langsung membuka babak baru sistem demokrasi langsung. Hal ini diharapkan mampu membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi segenap masyarakat. Karena dipilih langsung oleh rakyat setempat, kepala daerah pun akan merasa lebih berorientasi terhadap kesejah-teraan masyarakatnya.
Satu contoh kampanye calon kepala daerah. Karena pilkada terjadi secara lngsung, pendekatan terhadap masyarakat pemilih menjadi sangat penting.
Gambar: Satu contoh kampanye calon kepala daerah.
Karena pilkada terjadi secara lngsung, pendekatan terhadap masyarakat pemilih menjadi sangat penting.

g. Penyelesaian masalah Aceh

Pemerintah Indonesia pasca-Orde Baru berusaha menyelesaikan masalah Aceh yang berlarutlarut. Berbagai usaha dilakukan, antara lain sebagai berikut.
Penandatanganan Perjanjian Damai Aceh di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Perjanjian ini membuka babak baru bagi perdamaian di Aceh setelah dilanda konflik berkepanjangan.
Gambar: Penandatanganan Perjanjian Damai Aceh di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005.
Perjanjian ini membuka babak baru bagi perdamaian di Aceh setelah dilanda konflik berkepanjangan.
  • Aceh terbebas dari status Daerah Operasi Militer pada 1998, setelah Soeharto turun dari kekuasaan. Meski demikian, kedamaian belum turun di tanah ini. Dendam akibat DOM menyulut api perlawanan GAM terus menyala.
  • Presiden Abdurrahman Wahid yang memerintah sejak 1999 memulai usaha perdamaian dengan mengajukan tawaran dialog kepada GAM. Tawaran ini disambut baik dan menghasilkan penandatanganan nota kesepahaman di Jenewa, Mei 2000. Perjanjian yang disebut “Saling Pengertian bagi Jeda Kemanusiaan untuk Aceh” itu memberi ruang bagi penyaluran bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan rakyat Aceh.
  • Tepat 19 November 2002, Henry Dunant Center (HDC) sebagai mediator perundingan GAM dan Pemerintah RI mengumumkan disepakatinya persetujuan penghentian permusuhan pada 9 Desember 2002. Jenewa jadi saksi penandatanganan The Cessation of Hostilities Agreement (COHA) atau Kesepakatan Penghentian Permusuhan pada 9 Desember 2002.
  • Setelah mengalami bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang menghancurkan Aceh. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menawarkan gencatan senjata demi melancarkan proses perbaikan kembali Aceh. Sementara itu, pimpinan GAM di Swedia sehari setelah gelombang tsunami memerintahkan kepada GAM untuk tidak menyerang TNI. Lebih lanjut, Perdana Menteri GAM, Malik Mahmud, menyambut tawaran damai pemerintah RI itu dengan syarat tidak dalam rangka otonomi khusus, tetapi dalam rangka jeda kemanusiaan. Swedia tak ketinggalan menekan para petinggi GAM untuk menghormati usulan gencatan senjata dan menerima tawaran berunding. Perundingan antarkedua belah pihak akhirnya menghasilkan sebuah Perjanjian Damai Aceh yang ditandatangani di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005.

Baca juga: Presiden Pada Masa Reformasi

0 Response to "Peristiwa-peristiwa Politik Penting pada Masa Reformasi"

Posting Komentar